Sabtu, 15 Juni 2013


Baby Don’t Cry

Author                  : Ms. FS
Cast                      : -Oh Sehun
                                -Xiao Lulu (yeoja)
                                -Other cast
Genre                   : Romance, tragedy, sad
Rate                     : Author bingung soal beginian -_-
                Fiuh, saya merasa benar-benar aneh. Padahal di tengah-tengah UKK, saya malah mendapat inspirasi buat FF ini. Sangat disarankan baca sambil dengerin lagu EXO yang ‘Baby Don’t cry’. Kalau nggak punya nggak papa deh. RCL dari chingu sangat saya harapkan. No Bash! No Plagiat! Udah ah, tanpa banyak bacot, silahkan dinikmati ^o^)/

Baby don’t cry tonight
None of this will have happened
It’s not you who will become short lived
So baby don’t cry, cry
Because my love will protect you
.
.
.
-Flashback-
                “Hiks, hiks, hunnie. Aku lapar”, tangan kecilmu menarik-narik baju belakangku. Suara perut keroncongan berdemo ingin segera diisi memenuhi telingaku. Aku baru berumur 7 tahun sedangkan kau baru berumur 5 tahun saat itu. Aku yang masih terlalu kecil untuk berpikir dewasa tentang apa yang menyebabkanmu menderita seperti itu hanya bisa membawamu ke rumahku, meminta umma untuk memberikanmu makanan.
                “Kenapa kamu tidak makan di rumah?”, tanyaku sambil menatapmu yang tengah makan dengan lahap. “Umma dan appa Lulu tidak ada di rumah”, jawabmu dengan mulut penuh makanan. Kalau sudah begini umma dengan tangan terbuka selalu menerimamu kapanpun saat kau lapar.
Entah pikiran apa yang melintas di kepalaku saat aku dengan cepat mengatakan kalimat yang sangat berpengaruh besar. “Aku sayang Lulu”, ucapku sambil mataku tak pernah lepas darimu yang masih saja makan dengan lahap. “Jinjja? Kalau begitu, maukah Hunnie selalu di sisiku? Aku takut kalau nanti umma dan appa pergi, aku nanti akan sendirian”, pintanya dengan mimik lucu. Umma tertawa mendengar celotehan kami. Khas anak kecil.
                “Umma, bolehkah aku kelak menikah dengan Lulu? Aku menyayanginya umma”, umma sontak berhenti tertawa saat mendengar pertanyaanku. “Itu kan dipikirkan kelak saat kau dewasa Sehun-a. yang terpenting sekarang jagalah selalu Lulu dengan baik, agar kelak kau bisa menikah dengannya”, ucap umma membuat hatiku berbunga seketika. Bagiku yang saat itu masih berfikiran dangkal, ucapan umma sama dengan persetujuan.
                “Yey! Hunnie akan jadi pengantinku!”, teriakmu senang. Itulah senyum terindah yang pernah kulihat dari wajah manismu.
***
Mataku kosong. Menerawang. Tak tahu apa yang tengah kupikirkan. Kuedarkan pandanganku di seluruh ruangan flat bobrok milikku. Ah, ani. Milik kita. Baru seminggu yang lalu kita hidup bersama, tapi sekarang semuanya hanya kenangan belaka. Hanya kenangan yang mungkin akan segera kuakhiri.
Pandanganku tertuju pada sebuah foto usang berbingkai kayu yang berhiaskan jamur di sana-sini. Kuambil pelan foto itu. Takut tanganku yang terbiasa bekerja kasar membanting tulang, merusaknya. Disana, aku tengah tertawa lebar bersama gadisku. Ya, gadisku. Yaitu kau. Kau yang sudah 21 tahun bersamaku. Aku sudah tak ingat kapan terakhir kali dirimu yang sangat kucintai dengan segenap jiwa ragaku ini tersenyum.
Tes! Butiran kristal dari mataku tepat mengenai wajahmu. Dengan cepat aku membersihkannya. Aku tak mau menodai wajahmu yang selalu menjadi candu untuk kubelai dengan lembut. Aku adalah namja paling bodoh di dunia. Namja yang dengan bodohnya tidak pernah bisa membuat hati dan mata gadisnya berhenti mengeluarkan airmata.
-Flashback-
                Aku baru saja melangkahkan kakiku dari kelas sesudah mata kuliah sastra yang sangat membosankan. Langkahku terhenti saat suara lembutmu memanggilku dengan pelan.
                “Hunnie-a”, panggilmu lirih. Tanpa berpikir dua kali pun aku tahu bahwa kaulah yang memanggilku, karena hanya kaulah yang memanggilku dengan panggilan sayang itu. Aku memandangmu lembut. Jantungku serasa berhenti berdetak saat kulihat matamu memerah, tetapi bibirmu mencoba tersenyum walaupun aku tahu bahwa itu senyum terpaksa.
                “Lu? Neo gwaenchana?”, tanyaku panic. Bodoh! Tak mungkin kau baik-baik saja jika dalam keadaan seperti ini. Aku merengkuhmu ke dalam pelukanku. Entahlah, aku tak ingin tangisanmu terdengar. Kalaupun kau menangis, biarlah aku yang mendengarnya.
                “Nan gwaenchana hunnie. Kau tak perlu sekhawatir itu”, jawabmu gugup. Apa ini? Kenapa kau berkata seperti itu? Apa yang kau sembunyikan Lu? Aku segera menarikmu ke dalam kelasku yang dalam keadaan kosong.
                “Hiks, hiks”, bingo! Aku mendengarnya. Tangisanmu keluar. Lagi. God, apa yang kau lakukan hingga membuatnya seperti ini? Kuangkat wajahmu menatapku. Jiwaku terasa hancur berkeping-keping melihatmu dengan mata basah memerah, bibir bergetar menahan suara tangisan. Kuusap pelan kristal air yang terus mengalir dari mata indahmu.
                “Apa yang terjadi? Ceritakanlah. Kumohon Lu”, pintaku sambil tak henti-hentinya berusaha menghapus airmata sialan itu. Tanganmu dengan gemetar mengambil secarik kertas dari dalam tas kecilmu dan menyerahkannya padaku. Aku tak tahu apa isi kertas itu, tapi aku yakin itulah yang membuatmu benar-benar kacau. Kubuka dan kubaca dengan cepat kertas itu. Tak butuh satu menit untuk mengetahui apa isinya. Hasil tes kesehatan. Positif kanker otak memasuki stadium dua. Aku tak tahu apa yang harus kukatakan. Kupeluk dengan cepat tubuh kecilmu. Kukecup lembut pucuk kepalamu.
                “Apa yang harus kulakukan hunnie? Aku tak mau orangtuaku tahu tentang ini”, tangisanmu semakin kencang. Tes! Sial! Dalam keadaan seperti ini seharusnya aku membuatmu tenang, yang terjadi malah sebaliknya.
                “Katakanlah yang sebenarnya Lu. Mereka adalah orangtuamu. Aku yakin mereka akan berusaha memberikan yang terbaik untukmu”, saranku. Kau menggelengkan kepala dengan kuat. “Aku terlalu takut hunnie-ah”, balasmu. “I’m here Lu. I’m with you”
***
Baby don’t cry~ in this stormy night
(like the sky is about to fall)
Baby don’t cry tonight
It’s fitting for a night like this
.
.
.
Kalau aku tak mempunyai hati dan perasaan di dalam diriku, aku pasti akan langsung meninggalkanmu saat membaca tentang kanker otak sialan itu. Tapi tidak. Aku mempunyai hati dan perasaan, dan semua itu hanya mengorbit padamu Lu. Matahariku. Jullietku. Dewiku.
Lu, kau sangat bodoh. Kau miskin. Tapi aku tak bisa dan tak akan bisa melupakanmu, meninggalkan dirimu begitu saja. Gadis rapuh milikku. Gadis yang selalu saja menangis. Gadis yang selalu saja mendapatkan apa yang disebut masalah kehidupan.
Jantungku terasa bekerja lebih cepat saat mengingat lagi kenangan masa lalumu. Masa lalu kita. Hormon adrenalinku dengan cepat mendorongku untuk melempar foto dirimu bersamaku yang di dalam genggamanku. Pecah. Bingkai foto itu pecah, tak ubahnya dengan hatiku yang sama pecahnya.
Lu, kau bodoh! Seandainya saja kau dulu bisa mendapatkan beasiswa, kau tak akan mendapatkan bayaran atas tak pernahnya kau membayar SPP.
-Flashback-
                Kuedarkan pandanganku ke seluruh bagian kelasmu. Kosong yang ada hanya beberapa gelintir anak yang masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing. “Krystal!”, panggilku pada salah satu sahabatmu. “Eoh, Sehun. Waeyo? Tumben kau tidak bersama Lulu?” tanyanya. “Itulah yang ingin kutanyakan. Kalaupun aku tahu dia dimana, aku tak akan memanggilmu”, balasku sebal. Sunny, yang juga sahabat dekatmu ikut bergabung dengan kami.
                “Kau mencari Lulu eoh?”, tanyanya langsung. Aku hanya mengangguk mengiyakan. “Aku juga tak tahu pasti. Tapi, saat kelas berlangsung, asisten Rektor memanggilnya. Kau tahu, wajahnya sangat pucat saat dia dipanggil. Sehun-a, sebenarnya ada apa dengan dia?”, sial! Ini pasti soal pembayaran kuliah yang belum juga kau lunasi.
                “Apa dia sudah lama?”, tanyaku lagi. “Mungkin sekitar 1 jam yang lalu”, jawab Sunny. Tanpa berterima kasih, tanpa pamit, aku langsung melesat cepat. Ruang Rektor. Aku yakin kau ada disana. Masalahnya, Rektor bukanlah orang baik. Dia akan meminta apapun sebagai syarat jika seorang mahasiswa tidak bisa melunasi biaya kuliahnya. God, kalau saja aku tidak miskin, aku pasti akan membayar biaya kuliah Lulu. Kakiku bergetar hebat saat aku baru saja sampai di depan Ruang Rektor.
                Kau tahu Lu? Aku serasa mati di tempat saat aku mendengar suara isakanmu dari dalam sana dan aku tahu itu pertanda buruk. Entah setan mana yang mendorongku untuk menerobos masuk ke ruang rector. Disana, aku melihatmu dalam keadaan yang sangat menyedihkan dengan posisi rector berada di atasmu.
                “Eoh, ada tamu rupanya. Maafkan aku. Aku harus menuntaskan tugas dulu”, inikah wajah orang yang dihormati satu kampus? Cih! Dia tak ada bedanya dengan monyet yang tak berotak, tak berakal, tak berperasaan. Aku bersyukur. Setidaknya kau tidak menikmatinya Lu. Aku bisa melihatnya dari wajahmu.
                “Seongsaengnim, saya ada urusan mendesak dengannya. Bisakah saya membawanya pergi?”, tanpa persetujuannya, aku langsung menarikmu, memakaikanmu pakaian dengan cepat. “Seongsaengnim, bisakah anda nanti pukul 6 sore datang ke kelas saya? Saya ada urusan penting dengan anda, dan saya harap anda datang tepat waktu”, ucapku cepat. God, bahkan aku lupa kalau tadi itu pasti sangat menyakitkan bagi Lulu hingga dia tak bisa berjalan. Akupun langsung menggendongmu.
                Tubuhmu bergetar. Bajuku basah oleh keringat dan airmatamu yang tak berhenti keluar. Kau sangat bodoh Lu. Kau bahkan lebih memilih harga dirimu hancur hanya untuk membayar biaya kuliah bodoh itu!
                Jam 6 sore. Dengan senyum setan, aku menatap ke arah rector bajingan itu. “Apa yang kau inginkan? Kau ingin membunuhku eoh?”, cih! Bahkan disaat mendekati ajalpun dia masih sempatnya sombong. Tanpa menjawab pertanyaannya, aku langsung meringsek maju, mendekatinya. “Setan harus mati”, ucapku. Kutusukkan pisau di genggamanku tepat mengenai perutnya. Aku tersenyum keji. Itu tak seberapa. Kutusukkan lagi pisauku ke arah jantungnya berkali-kali. Aku yakin malaikat maut sudah membawanya pergi.
***
You are my girl
Always be my girl
I will do anything for you
Cause I never wanna let you cry
Baby, please don’t cry
.
.
.
Aku tertawa keras. Mengingat semua yang telah aku lakukan. Lu, bahkan aku telah membunuh sang Rektor, hanya untukmu. Only you. Ternyata polisi zaman sekarang masih juga kesulitan menghadapi kasus seperti itu.
Lu, kau tahu, mungkin inilah yang membuat kita selalu bersama. Aku miskin, kau miskin. Aku bodoh, kau pun juga bodoh. Kita adalah pasangan paling serasi di dunia. Bahkan ummaku pernah mengatakan itu.
Lu, kenapa semua itu harus terjadi padamu? Gadisku. Kenapa tak aku saja yang menerima semua ini?
-Flashback-
                Aku baru saja mengantarkanmu pulang ke rumahmu. Langkahku terhenti seketika saat kudengar suara barang pecah dari dalam rumahmu. Kau mematung di depan rumah. Tubuhmu bergetar. Lagi. Kau menangis.
                “Oh, jadi kau sekarang menyalahkanku ha?? Dasar namja brengsek!! Masih untung aku mau bekerja demi kehidupan kita, tapi apa? Sekarang kau meminta kita bercerai??”, teriakan ummamu menggetarkan hatiku. Segera kurengkuh tubuhmu. Kututup kedua telingamu dengan tanganku, agar kau tak mendengar suara makian-makian tak bermoral itu.
                “Kau tak mau disalahkan eoh?? Kalau begitu, buang saja anakmu yang selalu saja menyusahkan itu!”, balasan appamu sontak membuat ummamu tak bisa berbicara. Kau kini bergetar semakin hebat dalam pelukanku. “Ayo kita pergi lu”, aku segera menarikmu pergi dari rumahmu yang penuh dengan hawa pertengkaran.
                “Kenapa semua ini terjadi padaku, hunnie?”, matamu menatap kosong ke arah depan. Deg! Kau tak menyadarinya, darah mengalir pelan dari hidungmu. God, apalagi ini? “Lu, hidungmu berdarah!”, teriakku panic. Kau hanya diam saja, seolah sudah biasa menerimanya. Aku segera menghapusnya dengan lengan jaketku. “Kajja kita ke rumah sakit!”, aku segera menarikmu. Tapi apa? Kau bahkan hanya mematung di tempat.
                “Kenapa kau panik sih? Aku baik-baik saja”, ucapmu santai. “Aku tak mau kehilanganmu Lu. Kajja, kita harus pergi sebelum semuanya terlambat”, kau bahkan tertawa saat aku menarikmu. “Kalau aku pergi, bukankah itu lebih baik? Aku tak akan menyusahkan diriku dan dirimu lagi”, deg! Tuhan, tolong ingatkan padanya bahwa aku sangat mencintainya, agar dia mau melakukan apa yang kuminta.
                “Sudahlah hunnie, aku hanya kecapekan. Mungkin aku akan menginap di rumahmu, malam ini. Kajja kita ke rumahmu”, aku hanya menurut. Hanya menurut. Dan berdoa agar kau baik-baik saja.
***
Kau bodoh Lu dan aku mencintaimu. Aku hanya bisa terus mengatakan itu. Aku mencintaimu yang bodoh, aku mencintaimu yang berhati tulus, aku mencintaimu karna aku ingin melindungimu, dan aku adalah namja bodoh. Kalau saja aku tidak mencintaimu, aku tak akan pernah terjerumus dalam duniamu yang penuh dengan benang-benang yang tak akan bisa ketemu ujungnya.
Lu, kau keras kepala. Kalau saja kau menuruti perkataanku untuk berobat, kau tak akan pergi Lu. Setidaknya kau masih mempunyai waktu untuk hidup walaupun hanya untuk satu Bulan. Setidaknya aku akan berusaha mencari dana untuk pengobatanmu.
Bibirku terangkat ke atas membentuk bulan sabit kecil. Aku memandang flat kita yang penuh dengan hiasan karyamu dan foto-foto kita. Kuambil pecahan kaca figura yang baru saja kurusak. Aku menggenggamnya kuat. Darah mengucur pelan dari jari-jariku. Saat terakhir itu, kembali terputar dalam otakku.
-Flashback-
                “Hunnie, bagaimana kalau ini diletakkan disini?”, tanyamu. Hari ini, dengan sedikit bantuan dari orangtuaku, kau dan aku akhirnya bisa tinggal bersama, walaupun hanyalah sebatas flat kecil. Ah, lihatlah! Wajahmu yang belepotan dengan cat terlihat sangat manis. “Apa itu Lu? Apa kau yang membuatnya?”, kau mengangkat tinggi-tinggi hasil buatan tanganmu. “Hiasan dinding berbentuk rusa. Bagaimana menurutmu?”, aku tersenyum. “Letakkan saja di kamar kita Lu”, ucapku. Kau tersenyum senang.
                God, apakah kau tak mengizinkanku dan Lulu untuk berbahagia walau hanya sejenak saja?
Saat itu, aku baru saja keluar dari kamar mandi setelah seharian penuh memindahkan barang ini-itu, membersihkan ruangan, dan menghiasnya. “Lu, apakah kau lapar?”, teriakku dari dapur hendak memasak sesuatu untuk makan malan kita. Tak ada sahutan darimu. Aku segera mencarimu di kamar. Disanalah kau, tergeletak dengan hidung penuh dengan darah. Aku panic bukan main. Dengan mobil pinjaman appa, aku segera membawamu ke rumah sakit.
“Ini sangat parah. Kankernya sudah memasuki stadium akhir. Kalau sekarang melakukan pengobatan, nyawanya mungkin masih bisa tertolong hingga 3 sampai 5 Bulan. Kalau tidak, mungkin dia hanya bisa bertahan beberapa hari saja. Bukankah dulu saya pernah menyarankan kepadanya untuk melakukan pengobatan?”, sang uisa membawa kabar buruk, terburuk di dunia. Aku tak membalas ucapan uisa, dan berjalan gontai menuju ruanganmu.
“Lu, apa kau baik-baik saja? Bukalah matamu”, kugenggam tanganmu dengan kuat. Matamu terbuka secara perlahan. Syukurlah, kau hanya pingsan. “Hunnie, aku kan tidak apa-apa. Ayo kita pulang”, kau bahkan terlihat tak ada beban sama sekali. Kau juga masih bisa tersenyum. “Aniyo. Kau harus dirawat Lu. Kau sakit”, bantahku. Kau menggeleng kuat.
Dengan segala keterpaksaan, akhirnya aku membawamu pulang. Appa dan ummaku panic sekali saat tahu apa yang menimpamu. Lihatlah Lu, masih ada orang yang menyayangimu.
6 days later…
                “Hunnie, aku lapar. Suapi aku ne?”, rayumu dengan manja. “Arraso, chakkaman ne”, aku segera membuatkanmu makanan untukmu. Aku memasak dengan hati-hati. Berusaha sebisa mungkin agar rasanya menjadi sempurna.
                “Lu, makananmu sudah siap! Omo! Kenapa malah tidur sih?”, rasanya jantungku was was melihatmu tertidur. “Lu, ireona”, kutepuk pelan pipimu. Tak ada respon. Aniya, jangan berpikir macam-macam Oh Sehun! Aku mencoba meraba pegelangan tanganmu. Tak ada denyut. Kucek di bawah hidungmu. Tak ada hembusan. Tubuhku merosot ke lantai. Lidahku kelu. Aku menggeleng kuat-kuat. Butiran-butiran Kristal mulai mengalir di mataku.
                “Lihatlah Lu, bahkan sekarang akulah yang menangis. Tunggulah aku Lu”
***
I am completely drunk at your movements
I even forgot how to breathe
.
.
.
Kuedarkan pandanganku untuk terakhir kalinya ke seluruh flat kita. Jari-jariku yang berlumuran darah mengambil dengan hati-hati foto kita yang tertutup pecahan kaca. “Lu, aku akan menyusulmu. Tunggulah aku disana”, bisikku lirih.
Pelan. Kugoreskan pecahan kaca yang masih kupegang kea rah pembuluh nadiku. Semakin dalam. Darah. Aku tersenyum. Bumi mulai berputar. Dingin. Disana, aku melihatmu mengulurkan tanganmu. Aku meraihnya. Baby don’t cry. I’m with you. Kita bersama Lu, selamanya.
***
My eyes naturally follow you every time you walk
Guide me
Take me together with you
You’re my only beautiful butterfly
Don’t go out of my sight
Baby don’t cry
Cause I always here
To protect you

THE END

Read More....

Minggu, 28 April 2013

I try to picture a girl
Through a looking glass
See her as a carbon atom
See her eyes and stare back at them
See that girl
As her own new world
Though a home is on the surface, she is still a universe

Glory God, oh God is peeking through the blinds
Are we all here standing naked
Taking guesses at the actual date and time
Oh my, justifying reasons why
Is an absolutely insane resolution to live by

Live high
Live mighty
Live righteously
Takin it easy
Live high, live mighty
Live righteously

Try to picture the man
To always have an open hand
See him as a giving tree
See him as matter
Matter fact he's not a beast
No not the devil either
Always a good deed doer
Were it's laughter that we're makin after all

The call of the wild is still an ordination why
And the order of the permeates
All our politics are too late
Oh my, the congregation in my mind
Is this assembly singing gratitude
Practicing their livin love you

Live high
Live mighty
Live righteously
Takin it easy
Live high, live mighty
Live righteously

Just take it easy
And celebrate the malleable reality
Because nothing is ever as it seems
This life is but a dream

Live high
Live mighty
Live righteously
Takin it easy
Live high, live mighty
Live righteously
Let's takin it easy
Live high
Live mighty
Live righteously
Takin it easy
Live high, live mighty
Live righteously
Let's takin it easy

from : http://lirik.kapanlagi.com/artis/jason_mraz/live_high
Read More....

Sabtu, 27 April 2013

So we back in the club
Get that bodies rockin from side to side
si-side to side
Thank God the week is done, I feel like a zombie gone back to life
ba-back to life

Hands-up, and suddenly we all got our hands up
No control of my body
Ain’t I seen you before?
I think I remember those eyes, eyes, eyes
eyes, eyes eyes eyes

‘Cause baby tonight
the DJ got us falling in love again
Yeah baby tonight
the DJ got us falling in love again
[TTS] So dance dance
Like its the last last night of your life life
Gon’ get you right
‘Cause baby tonight
the DJ got us falling in love again

[TTS] TTS and EXO collaboration
Everybody put your hands up
Modu hamkke put your hands up,
get ready, ape nan chuljeonhae jeogi
haneul wiro deonjigo nolabwa yeogi
beats rock your bodies
ja muyeobwa oneulbam micheobwa dance

Keep downing drinks like there’s no tomorrow
there’s just right now now now now n-now now (D.O!)
Gonna set the roof on fire, gonna burn this motherfu-
down down down down d-down down

[Tiffany/Luhan] Hands up when the music drops,we both put our hands up
Put your hands on my body

Swear i’ve seen you before
I think I remember those
eyes, eyes, eyes, eyes, e-eyes, eyes

‘Cause baby tonight
the DJ got us falling in love again
‘Cause baby tonight
the DJ got us falling in love again

[EXO] So dance dance
Like its the last last night of your life life
Gon’ get you right

‘Cause baby tonight
the DJ got us falling in love again

Let’s go!
Oneulbameun amu saenggakhaji malgo
Shinnage nolabolja dadeul nareul darawa
keogi chamkkan eodi domanga yeogil bwa bwa
Put your hands in the air
Everybody mori wiro put your hands up
Dwiro oh maeumeul bi ugo bultaneun oneulbam-e mameul matkyeo

Yeah EXO with TTS, MAMA and TWINKLE
Yeongwonhi fall in love, everybody put your hands up

Cuz baby tonight
the DJ got us falling in love again
Yeah baby tonight (tonight)
the DJ got us falling in love (let’s go) falling in love, oh!

[EXO] So dance dance
Like its the last last night of your life life
Don’t get you right

Cuz baby tonight (tonight)
the DJ got us falling in love again
Yeah baby tonight (‘Cause the DJ got, ‘Cause the DJ got)
the DJ got us falling in love again (Put your hands up, put your hands up, put your hands up, ow!)

[EXO] So dance dance
Like its the last last night of your life life
Don’t get you right (Oh oh yeah!)

[TTS] Cuz baby tonight
the DJ got us falling in love again

Read More....

Kamis, 04 April 2013



EXO-K WHAT IS LOVE

Sung by: EXO-K (D.O. & BaekHyun)
Written by: Teddy Riley, Yoo Young-Jin, DOM, Richard Garcia

[D.O] Girl
I can‘t explain what I feel

[D.O] Ou~Oh~Yeah
My baby, baby, baby, baby
Yeah~Yeah

[Baekhyun] Haruga machi ilbunchorom neukkyojige mandeulji
Nomanisseumyon yonghwasoge juingong

[D.O] Nol borodallyoganeun eksyonsinirado jjigeulgot chorom
Nan machi yongungi dwen gotchorom

[Baekhyun] Non nege wanbyok
[D.O] Sangsanghebwasso
Hamkkeramyon ottolkka Yeah
[Baekhyun] Nan noman gwenchantago malhejumyon modu wanbyokhe
Oh baby


I lost my mind
Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeungoseun Get in slow motion
[Baekhyun] Nege marhejwo ige sarangiramyon
Meil geudewa
Sumaneun gamjong deureul lanwojugo bewogamyo
Ssaugo ulgo anajugo

[Baekhyun] Nege marhejwo ige sarangiramyon

Sesangnamjadeul modu nalburowohe
Noreul gajin nega jiltuna jukgennabwa

[Baekhyun] Hega gado dari gado jolde anbyonhae~Woah
Nan bogiboda ujikhage mideullamjaraneungol
Non algedweltenikka Woah~
[D.O] I~don’t know why
Joldejogin igamjong nega senggakjocha hesseulkka
Ne gyote isseultte nan jomjom dedanhan namjaga dwedo
Bitnaneun gol


I lost my mind
Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeun goseun Get in slow motion
[Baekhyun] Nege marhejwo ige sarangiramyon
Meil geudewa
Sumaneun gamjongdeureul lanwojugo bewogamyo
Ssaugo ulgo anajugo
[Baekhyun] Nege marhejwo ige sarangiramyon


[D.O] Ganjorhi barago barandamyon
Irwojilkka
Donghwayegichorom
Yongwonhan dulmane Happy ending happily ever after Woah~
[Baekhyun] Namaneun nol midojugo jikyojugo dallejulkke
Nipyoni dwelkke
Nigyoteso jolde anttona~


I lost my mind
Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeun goseun Get in slow motion
[Baekhyun] Nege marhejwo ige sarangiramyon
Meil geudewa
Sumaneun gamjongdeureul lanwojugo bewogamyo
Ssaugo ulgo anajugo
[Baekhyun] Nege marhejwo ige sarangiramyon

Sesangnamjadeul modu nalburowohe
Noreul gajin nega jiltuna jukgennabwa

[D.O] My babe, baby babe, baby baby
Nolaraboneungol
Ige sarangingolga
Aichorom nol jaju utgemandeulgo
Chingguchorom nol gajang pyonhage mandeulkkoya
[Baekhyun] My babe, baby babe, baby baby
Marhejwo nege What Is Love?


WHAT IS LOVE (Korean Version)
-English Translation-

Girl, I can’t explain what I feel.
Oh baby my baby, baby, baby, baby..yeah.

A long day feels like as if it was only a second
Everyday seems like a story that was written for you
This scene is a romantic love story, the next scene is an action movie main male character
I act as the only hero in your heart

(You’re so perfect) I suddenly anticipate walking towards the future with you
Don’t hide love, hold onto happiness, as long as you can be honest


* I lost my mind when you walk into my sight
The whole world around you get in slow motion
Please tell me if this is love
Love is everywhere, it lets me forget hurt, help take away sadness, learn to care
Fought before, cried before, still can hug/embrace
Please tell me if this is love

When I hold your hand, the whole world envies
When you kiss me, I realize that this feeling will never change

They say forever, maybe not anymore
However you trusted that I would love you no matter what, you will slowly understand

I don’t know why, nothing can replace this feeling
Love is unexpected, you let me become the best man
As long as I’m by your side, life becomes glorious

Repeat *


Tonight, I thought of when you opened the curtains and made a wish to the stars
Like a fairytale happy ending, happily ever after

From now on, do things for you, feel distressed for you, wait for you, I will never leave
I just want to give you my whole life’s love

Repeat *


When you hold my hand, the whole world envies
When you kiss me, I finally realize this feeling will never change
My babe, baby babe, baby baby-
I can’t not think of you, whether this is love

I just want to let you laugh like an innocent child
I just want to give you friend-like comfort
My babe, baby babe, baby.baby-
Please tell me what is love
Read More....

Sabtu, 30 Maret 2013


Let Me Erase Your Pain

Author             : Ms. FS
Cast                 : -Lee Soumi
                          -Kim Jong In (Kai)
Genre               : Pikir sendiri ya, author males ngetik XD
Length             : Oneshoot
Disclaimer       :
Fanfiction ini murni buatan saya sendiri, walaupun ada sedikit yang terinspirasi dari fanfiction lain. Mian, ada banyak typo bertebaran dan bahasa tidak sesuai dengan EYD.
Happy RCL! Happy Reading! \(^o^)/



Careless, careless
Shoot anonymous
Heartless, mindless
No one who care about me
~~~
Soumi POV
            Mual. Itu yang kurasakan. Bau alkohol bertebaran dimana-mana. Pemandangan yang tidak patut ditonton, dipertontonkan dengan gratis di dalam bar ini. Hiruk pikuk bar ini sebenarnya bukanlah tipeku. Kalau saja aku tidak ingin bertahan hidup mungkin aku tidak akan ada disini. Suasana di dalam bar ini sudah menjadi makanan sehari-hariku. Ya, aku bekerja di tempat jahanam ini, tepatnya sebagai bartender. Aku adalah satu-satunya bartender wanita yang ada disini. Satu yang paling kubenci diantara sekian banyak hal-hal buruk disini, yaitu apabila ada namja menatapku dengan tatapan ‘lapar’. Memang itu sudah resiko bagi yang bekerja disini, bahkan hampir setiap hari ada saja yang mengajakku ‘main’ dan tentu saja langsung kutolak.
            Kutuangkan tequilla ke dalam gelas kecil. Ahjussi di depanku ini entah sudah menghabiskan berapa gelas tequilla. Sepertinya dia sudah benar-benar mabuk. Dia berkali-kali berteriak-teriak tidak jelas.
            “Tuan, saya tidak bisa memberi anda lagi. Anda sudah terlalu mabuk”, ucapku padanya. Ahjussi yang kira-kira sudah berumur kepala 4 ini menatapku tajam. Bruk! Tiba-tiba ahjussi itu jatuh dari tempat duduknya. Segera saja aku menghampiri dan membopongnya, aku berfikir dia pingsan. Grep! Ahjussi ini tiba-tiba memelukku.
            “Kau cantik juga ya, bagaimana kalau main denganku?”, ucap ahjussi ini mesum. Kudorong tubuhnya agar menjauh dariku, tapi aku sepertinya sudah terperangkap.
            “Ayolaaah. . . istriku itu menyebalkan! Kau harus mau mengganti istriku”, racaunya. Aku benar-benar takut. Aku terus berusaha mendorongnya.
            “Andwae! Pergi kau!”, bentakku frustasi. Ahjussi itu semakin mendekat dan hendak menciumku. Bug! Tiba-tiba kudengar suara pukulan melayang mengenai ahjussi mesum itu. Kubuka mataku perlahan. Ahjussi itu jatuh tersungkur, kulihat di sampingku namja tampan tengah mengepalkan tangannya, pertanda bahwa dialah yang sudah membuat ahjussi itu jatuh tersungkur.
            “Ahjussi, kau tuli ya? Yeoja ini tidak mau main denganmu!”, bentak namja itu. Dia beralih menatapku. Dia sangat tampan, dengan rambut terlihat agak berantakan, kulitnya terlihat hitam, membuatnya semakin terlihat tampan dan err. . . sexy.
            “Neon gwaenchana? Kajja, kita pergi”, belum sempat aku mengucapkan sepatah kata, namja ini membawaku keluar, menyelamatkanku dari hiruk pikuk bar.
            “Dasar! Ahjussi gila!”, gerutu namja itu.
            “Kamshamnida kau sudah menyelamatkanku”, ucapku tak berani menatapnya. Aku hendak kembali ke dalam bar, namja itu menahan tanganku.
            “Ya! Kau mau masuk lagi?”, tanyanya. Aku hanya mengangguk. Bagaimana tidak? Masih banyak pekerjaan yang harus kukerjakan. Bisa-bisa aku dipotong gaji gara-gara tidak melakukan tugas sampai tuntas.
            “Kau ini bagaimana sih? Bagaimana kalau ahjussi tadi menyerangmu lagi? Atau mungkin namja yang lain?”, tanya namja itu kasar. Siapa dia? Apa perdulinya pada yeoja macam aku?
            “Apa perdulimu?”, tanyaku dingin. Namja itu melotot sebal.
            “Sudah untung kau kuselamatkan dari ahjussi mabuk tadi, tapi kau malah mau masuk lagi. Kau bodoh atau apa?”, bentaknya. Aku hanya tersenyum.
            “Lalu, apa kau mau mengganti gajiku hari ini? Aku yakin kalau aku tidak kembali, bosku dengan senang hati tidak akan membayarku untuk hari ini”, jelasku sambil tersenyum sinis. Dia hanya diam tak bisa membantah. Aku berjalan kembali masuk ke dalam bar. Hatiku terasa berdebar saat menatap mata khawatir namja tadi.
            “Ya! Kau darimana saja? Ada banyak tamu tapi kau malah santai, cepat kerja!”, bentak bosku. Aku hanya mengangguk patuh dan mulai kembali ke belakang meja bar. Selama bekerja, aku merasa sangat tidak nyaman, seperti ada orang yang mengintaiku. Tapi cepat-cepat kuhapus pikiran jelekku karena ditatap mata lapar sudah menjadi resiko pekerjaanku.
            Pukul 12 malam, pekerjaanku baru selesai. Tubuhku terasa sangat penat. Harus mengocok dan mencampur banyak minuman beralkohol yang membutuhkan kecepatan membuat badanku terasa pegal. Segera kukenakan jaketku untuk menghangatkan tubuhku dari dinginnya udara malam. Kutenteng tasku dan mulai melangkah keluar bar.
            “Annyeong!”, namja yang tadi menyelamatkanku mengagetkanku saat aku baru saja hendak melangkah pergi.
            “Neon gwaenchana?”, tanyanya. Apa namja ini tidak punya pekerjaan? Sedari tadi menungguku disini hanya untuk menanyakan apakah aku baik-baik saja?
            “Sebenarnya apa maumu?”, tanyaku dingin. Namja itu tersenyum dan berjalan di sampingku, menyamakan langkahku.
            “Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja”, jawabnya ramah. Baik. Harus kuakui namja ini termasuk suka mencampuri urusan orang lain, walaupun awalnya aku merasa tertolong dengan tindakannya yang sok ikut campur.
            “Aku tidak mengenalmu dan aku tidak ingin mengenalmu”, ucapku ketus. Oh ayolah, apa beratnya kenal dengan satu orang namja? Apalagi namja itu sangat tampan. Andwae! Kau harus berhati-hati Lee Soumi!
            “Baiklah, kalau kau tidak mau mengenalku, tapi setidaknya biarkan aku memperkenalkan diriku”, namja ini sangat innocent, benar-benar tak tahu malu.
            “Naneun Kim Jong In imnida, kau bisa memanggilku Kai”, ucapnya memperkenalkan diri sambil membungkuk.
            “Ne”, jawabku datar.
            “Ya! Setidaknya kau juga memperkenalkan dirimu padaku! Jangan hanya dijawab ne!”, namja itu mempoutkan bibirnya sebal, aku sangat ingin tertawa melihat wajah kesalnya yang terlihat lucu. Tapi segera kutahan.
            “Untuk apa aku memperkenalkan diriku?”, tanyaku dingin. Namja itu mendecak sebal.
            “Baiklah sebagai balasan atas pertolonganku tadi, setidaknya sebutkan namamu”, aku menatap namja itu. Dia tersenyum saat aku menatapnya dan menunjukkan puppy eyesnya. Sangat percaya diri. Baiklah, sepertinya pertahananku runtuh melihat puppy eyesnya.
            “Arraso! choneun Lee Soumi imnida, kau bisa memanggilku Soumi. Puas? Sekarang biarkan aku pulang”, jawabku sebal dan mendorong namja itu untuk menjauh karena dia sudah menghalangi jalanku.
            “Senang berkenalan denganmu Lee Soumi-ssi”, ucapnya senang. Saat aku menoleh, dia melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar. Tuhan, jantungku terasa berdebar. Setelah sekian lama, aku akhirnya merasakan debaran ini lagi. Ottokhae?
Soumi POV end
.
.
.
.
This moment feels like
I was born like a child who knew nothing
I closed my eyes again in case it
Would be a dream
~~~
Author POV
A week later~
            Laki-laki itu mulai melangkahkan kakinya memasuki bar. Dia sepertinya mulai sering datang ke tempat jahanam itu. Tentu saja dia tidak ingin menambah dosa di daftar dosanya. Dia hanya ingin menemui bidadari dari surga yang salah masuk tempat. Kali ini dia tidak sendirian. Dia datang bersama seorang temannya yang berperawakan tinggi. Beberapa yeoja penjajah seks mulai mendatangi namja itu. Ani, tidak hanya yeoja. Bahkan para namja gay juga ikut mendatangi namja itu
            “Annyeong oppa, mau main denganku?”, tanya seorang yeoja berambut dicat pirang. Sesekali tangan yeoja itu mengelus dada Kai. Kai hanya terus berjalan tanpa menghiraukan para ‘pemuas nafsu’ itu.
            “Yeobo, main saja denganku, dijamin puas deh”, seorang gay ikut juga mendatanginya. Bulu kuduk Kai merinding saat namja gay itu mengelus dagunya.
            “Mian, aku hanya ingin minum”, jawab Kai berusaha menolak tawaran-tawaran menggiurkan itu. Diliriknya Park Chanyeol, teman yang datang bersamanya. Keadaan Chanyeol tidak ada bedanya dengan Kai. Hanya saja, Chanyeol mulai terpengaruh dengan godaan-godaan yang datang.
            “Kalau begitu, kutemani minum saja. Kalau cuma minum, bayar murah lo”, tawaran kembali datang dari seorang yeoja dengan baju yang sangat minim.
            “Tidak usah, terima kasih”, Kai mencoba menerobos orang-orang di depannya.
            “Ayolah, tidak ap. . .”
            “Ya! Kalian tuli ya? Dia itu tidak mau main dengan kalian!”, bentakan seorang yeoja membuat mereka menoleh ke arah asal suara. Yeoja itu adalah Lee Soumi.
            “Ya! Apa maksudmu? Kau itu cuma bartender”, balas salah satu dari orang-orang itu.
            “Perlakukan pelanggan sebagai raja bukan berarti kau harus memaksanya”, balas Soumi dengan wajah datar. Dihampirinya Kai dan menariknya menjauh dari kerumunan. Didudukkannya Kai di kursi bar. Kai hanya menurut dengan apa yang dilakukan Soumi.    
            “Aissh. . . orang tak tahu malu!”, gumam Soumi. Walaupun suara musik yang memekakkan telinga, ditambah lagi hiruk pikuk orang-orang yang mencari kesenangan, suara Soumi masih bisa didengar oleh Kai.
            “Yeopota”, ucap Kai spontan. Soumi mulai sadar dengan apa yang sudah dilakukannya. Dia sama saja mulai masuk dalam dunia Kim Jong In dan mencampuri urusannya.
            “Sepertinya kejadian tadi sama dengan saat kita pertama bertemu”, ucap Kai sambil tersenyum. Wajah Soumi perlahan memerah. Meskipun keadaan bar remang-remang, tapi Kai masih bisa melihat semburat merah di pipi Soumi.
            “Ya! Mau apa kau kemari?”, sentak Soumi. Kai terkekeh pelan memandang Soumi. Yeoja itu baru saja menyelamatkannya dari ‘pemuas nafsu’, sama seperti saat dia menyelamatkan yeoja itu dari ahjussi mabuk saat mereka pertama bertemu, tapi sekarang malah membentak Kai.
            “Aku kan pelanggan. Kenapa kau menyentakku seperti itu?”, Soumi menghela nafas panjang, mencoba bersabar menghadapi namja di depannya.
            “Arraseo. Kau mau pesan apa tuan?”, tanya Soumi sopan, tapi wajahnya tetap datar.
            “Berikan aku vodka”, jawab Kai. Soumi membungkuk patuh. Mata Kai tidak bisa lepas dari yeoja bertubuh ramping dalam balutan seragam bartender itu. Matanya terus mengikuti gerakan yeoja itu yang mulai menuangkan vodka ke dalam sebuah gelas dengan gerakan cepat.
            “Silahkan”, ucap Soumi sambil meyodorkan segelas vodka.
Author POV end
Kai POV
Mataku tidak bisa kualihkan dari bidadari di depanku ini yang masih sibuk melayani pelanggan-pelanggan yang semakin malam semakin ramai. Kenapa saat aku melihat yeoja ini, aku langsung jatuh cinta padanya?
“Itukah yeoja yang kau sukai?”, tanya Chanyeol. Aku kaget bukan main. Pasalnya, tadi Chanyeol tengah terjebak di tengah-tengah setan dengan pakaian minim. Sepertinya dia sudah berhasil lolos.
“Ne. bagaimana menurutmu? Dia cantik kan?”, tanyaku meminta pendapat Chanyeol. Mata Chanyeol menatap Soumi mulai dari atas sampai bawah.
“Neomu yeopo. Dia bukan pelacur?”, tanya Chanyeol heran. Bagaimana tidak heran, seorang yeoja bekerja di bar biasanya menjadi pelacur atau penari.
“Ya! Mana mungkin aku menyukai pelacur? Seleraku masih bagus tau!”, jawabku tidak terima dengan pertanyaan Chanyeol. Tapi pertanyaan Chanyeol ada benarnya. Di zaman modern ini masih ada saja yeoja yang bekerja di bar dalam keadaan masih virgin, meskipun yeoja itu seorang bartender.
“Mungkin saja kan dia sudah tidak virgin”, mataku membulat sempurna mendengar ucapan Chanyeol.
“Sepertinya dia masih suci”, mata kami sama-sama menatap Soumi. “Bagaimana kau bisa tahu kalau dia masih suci?”, tanya Chanyeol curiga. Ya! Mana mungkin aku melakukan affair dengan yeoja yang sangat kusukai?
“Kau tahu, saat aku pertama bertemu dia, aku menyelamatkannya dari ahjussi mabuk. Aku melihat sendiri bagaimana dia menolak keras untuk diajak tidur ahjussi itu”,jawabku. Chanyeol mengangguk-angguk paham.
Tiba-tiba Soumi menutup mulutnya, seperti hendak muntah. Hal itu tentu saja membuatku kaget dan khawatir. Dia segera berlari ke toilet. Segera kuikuti dia ke toilet. Dan benar saja, Soumi muntah di wastafel.
            “Neon gwaenchana?”, tanyaku. Dasar Kai pabo! Sudah tau dia muntah, masih saja ditanya. #author dijitak Kai, plak XD Aku membantunya dengan memijit tengkuknya. Setelah sudah habis (?) dia terlihat terengah-engah, matanya berair. Segera kubasuh mulutnya dengan air.
            “Gwaenchanayo?”, tanyaku lagi. Aku benar-benar khawatir melihatnya. Nafasnya terdengar putus-putus dan wajahnya berkeringat.
            “Gomawo, aku hanya mual”, jawabnya.
            “Kalau kau merasa sakit, sebaiknya kau tidak usah bekerja dulu”, ucapku khawatir. Dia menatapku tajam. Hei! Apa ada yang salah?
            “Jangan memperdulikanku”, ucapnya ketus. Sebenarnya ada apa dengan yeoja ini? Kenapa dia sangat ketus sekali? Aku hanya terpaku menatapnya pergi.
            “Waegurae Kai?”, tanya Chanyeol. Aku hanya menggeleng dan kembali menatap Soumi yang masih memegangi perutnya. Aku segera berdiri dan bertanya pada salah satu teman bartender Soumi.
            “Dimana bosmu?”
~~~
“Soumi-ssi, kau boleh pulang sekarang”, ucap bos Soumi. Soumi yang mendengar itu tentu saja kaget.
“Eh, apa anda memecat saya?”, tanyanya takut. Aku terus memperhatikannya. Kasihan sekali dia. Harus bekerja untuk mencari uang. Kenapa dia memilih untuk jadi bartender?
“Aniyo, hanya saja tadi ada namja yang melaporkan kalau kau sakit, jadi kau sebaiknya segera pulang saja. Aku tidak akan memotong gajimu”, jawab bosnya. Soumi menatapku. Sepertinya dia tahu kalau aku yang sudah melakukannya. Aku hanya tersenyum kepadanya.
“Kamshamnida, aku akan segera pulang”, ucap Soumi. Dia segera mengambil barang-barangnya dan pergi. Aku segera menyusulnya.
“Ya! Kau mau kemana lagi Kai?”, tanya Chanyeol yang sudah setengah mabuk menahan tanganku. Aku baru ingat kalau aku tidak datang sendirian kesini.
“Aku harus mengikuti Soumi, jadi kau nanti pulang sendiri ya”, jawabku. Segera aku berlari menyusul Soumi. Fiuuh . . . untunglah dia belum pergi terlalu jauh.
“Berhenti disitu”, ucap Soumi  tiba-tiba. Sontak aku menghentikan langkahku. Ada apa? Apa dia marah?
“Sebenarnya apa sih maumu?”, tanyanya tanpa berbalik menatapku. Hei! Apa maksudnya? Tentu saja tadi aku hanya ingin menolongnya.
“Apa maksudmu? Jelas-jelas tadi aku hanya ingin menolongmu”, jawabku. Dia berbalik menatapku. Wajahnya tetap. Datar. Itu semakin membuatku penasaran. Aku ingin mengetahui semua tentangnya.
“Ani, bukan itu yang aku maksud. Sebenarnya apa maumu dengan menolongku dan terus mengikutiku seperti stalker”, ucapnya. Aku tersenyum dan mulai berjalan mendekat.
“Jangan mendekat! Cukup satu meter untuk berbicara”, ucapnya. Baiklah, aku akan menuruti apa maunya.
“Kenapa aku selalu mengikuti dan menolongmu? Itu karena aku menyukaimu Soumi-ssi”, aku mengucapkannya dengan lancar, tanpa sedikitpun keraguan.
“Kenapa kau menyukaiku?”, aku tersenyum mendengar pertanyaannya.
“Sebelum aku menjawab pertanyaanmu. Aku memintamu satu hal, dan aku harap kau tidak menolaknya”, oh ayolah Lee Soumi. Jangan menampakkan wajah dinginmu terus, aku sangat sedih bila melihatmu seperti itu.
“Mwo? Kau mau apa?”, tanyanya. Inilah saatnya biar aku bisa dekat dengannya.
“Ayo jalan-jalan denganku”, ajakku. Wajahnya terlihat kaget. Aku tau aku sedikit gila. Tapi aku rasa itu wajar untuk orang yang sedang jatuh cinta sepertiku.
“Arraso”, jawabnya. “Jinjja?”, tanyaku tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakannya.
“Sudahlah, aku tidak akan mengulanginya. Palli, sebelum aku berubah fikiran”, ucapnya ketus. Segera aku berlari untuk mengambil mobilku di parkiran bar. Aku benar-benar senang sekali Soumi tidak menolak ajakanku.
“Kajja, masuklah”, kubukakan pintu mobil untuknya. Dia terlihat ragu-ragu.
“Tenanglah, aku tidak akan berbuat macam-macam padamu”, ucapku meyakinkannya. Dia menatapku lama. Mencari keyakinan dari ucapanku (?) Akhirnya dia mulai masuk ke dalam mobilku. Kami sama-sama tidak berbicara. Aku hanya ingin membuatnya sedikit tenang. Apalagi dia baru saja muntah.
Kuhentikan mobilku di tepi sungai Han. Kulihat dia takjub dengan pemandangan indah yang ada di depannya.
Duduklah disini, aku akan membeli kopi”, ucapku. Dia hanya mengangguk. Kuhampiri kafe yang tidak jauh dari sini. Aku memesan American Latte dan Capuccino. Setidaknya kopi bisa menghangatkan tubuhnya. Aku segera menghampirinya setelah membeli kopi. Kulihat dari jauh, wajahnya terlihat seperti menyimpan sebuah kesedihan. Hei! Dia menangis?
“Gwaenchana?”, dia terkejut saat tahu aku sudah ada di sampingnya. Dia dengan cepat dia menghapus airmatanya.
“Mana punyaku?”, tanyanya. Aku memberikan Capuccino untuknya. Aku menatapnya. Masih ada bekas kesedihan di matanya.
“Apa kau masih ingin tahu kenapa aku bisa menyukaimu?”, tanyaku. Dia menatapku. Mata kami bertemu. Perlahan, wajahnya memerah. Yeoja ini, benar-benar membuatku jatuh cinta. Wajah meronanya terlihat sangat manis.
“Tentu saja, dan aku rasa kau salah telah menyukaiku. Yeoja miskin dan dingin”, aku tidak menyangka dengan apa yang sudah dikatakannya.
“Kau tahu, meyukai sesorang tanpa alasan itu menandakan bahwa itu suka dengan tulus dan apa adanya. Tapi kalau menyukai karena wajah, tingkah laku, dan lain-lain, itu hanya suka karena nafsu”, ucapku sambil tersenyum. Entah bagaimana aku bisa mengungkapkan perkataan seperti itu.
 “Ya! Aku kan hanya bilang aku menyukaimu, bukan berarti aku ingin kau jadi yeojachinguku. Tapi, kalau kau mau, boleh saja”, jawabku mengodanya. Dia hanya merengut sebal. Airmatanya menetes perlahan.
“Kenapa kau bekerja jadi bartender?”, tanyaku hati-hati, berusaha untuk tidak menyakiti perasaannya.
“Kau tahu, zaman sekarang sangat susah mencari pekerjaan. Apalagi aku belum lulus kuliah. Jadi aku dengan sangat terpaksa bekerja jadi bartender, itu kalau aku masih ingin bertahan hidup”, jawabnya. Matanya menatap ke arah Sungai Han.
            “Dimana orangtuamu? Apa mereka tidak bekerja?”, Soumi menatapku dengan tatapan sedih dan kembali menatap lurus ke depan.
            “Mereka meninggal dua tahun lalu. Aku hidup sebatang kara. Mungkin kau orang pertama yang mau dekat denganku setelah kepergian orantuaku”, jawabnya sambil tersenyum. Aku tidak menyangka, di balik sifat dinginnya kepada orang-orang, ternyata dia menyimpan kesedihan.
            Sepertinya kita bernasib sama. Orang tuaku juga sudah meninggal. Hanya saja aku lebih beruntung dibanding kamu. Aku masih mempunyai paman yang mau mengurusku dan adik perempuanku”, aku menatapnya sambil tersenyum. Bulir-bulir air mata kembali mengalir dari matanya.
            “Aku harap setidaknya kau mau berteman denganku”, ucapku sambil menyodorkan tanganku untuk bersalaman.
            “Arraso, aku mau jadi temanmu. Tapi aku tidak mau bersalaman denganmu”, jawabnya ketus sambil mengusap air matanya kasar. Aigoo, sifat dinginnya mulai lagi.
            “Ya! Cepat minum kopimu sebelum dingin!”, ucapnya. Yeoja ini terlihat sangat manis saat sedang marah. Tidak heran, inilah yang membuatnya diincar banyak lelaki di bar.
            “Emm. . . sebenarnya, kamu tadi kenapa bisa muntah?”, tanyaku. Dia menatapku sejenak.
            “Aku tidak tahu. Tapi, setiap kali aku mencium bau alcohol, perutku jadi terasa mual dan ingin muntah”, jawabnya. Dalam keadaan seperti itupun dia masih saja berkeras untuk bekerja sebagai bartender. Kasihan sekali yeoja ini.
            “Pinjam ponselmu”, ucapku. Dia menatapku dengan wajah bingung.
            “Untuk apa?”, tanyanya bingung. “Sudahlah, berikan saja”, ucapku bersikeras meminjam ponselnya. Dia segera mengambil ponselnya dan menyerahkan padaku. Dengan cepat, kuketik nomor ponselku.
            “Ini nomorku. Kalau ada yang kau butuhkan, panggil aku saja” perlahan wajahnya mulai memerah. Tuhan, aku menyukai gadis ini. Ani, aku mencintainya Tuhan. Biarkan aku menjaga bidadarimu ini.
            “Gomawo”
Kai POV end
Soumi POV
            “Soumi-ah, jangan takut sayang. Berusahalah”, kulihat umma dan appa ada di depanku mengenakan pakaian serba putih. Aku mencoba memeluk mereka. Gagal. Aku seolah menembus bayangan.
            “Umma, appa, bogoshipo. Maafkan Soumi yang membuat umma dan appa pergi menemui Tuhan. Maafkan Soumi”, ucapku. Airmata mengalir dari mataku. Umma dan appa tersenyum.
            “Semua itu bukan salah Soumi. Tuhan memang ingin memanggil kami, jadi jangan terus bersedih ne? Carilah orang yang bisa melindungimu dan mencintaimu”, ucap umma. Tangisanku semakin menjadi.
            “Pasti ada orang yang akan menyayangimu sayang. Pasti”, ucap appa. Aku menggeleng kuat-kuat. Bulir airmata terus keluar dari mataku.
            “Kajima. Soumi takut sendiri. Kumohon jangan pergi”, aku berusaha menggapai tangan ummaku yang semakin lama semakin menjauh.
            “Umma dan appa selalu bersamamu sayang. Selamanya”, hilang. Umma dan appa lenyap seperti ditelan kabut. Tiba-tiba semua kejadian saat umma dan appaku meninggal seperti diputar dengan cepat di depanku. Bagaimana aku dengan manja meminta umma dan appa untuk pergi berjalan-jalan, agar aku bisa mendapat kebebasan di rumah, hingga akhirnya umma dan appa tewas karena kecelakaan saat berjalan-jalan.
Perlahan, pemandangan di depanku mulai berganti dengan pemandangan kamarku. Aku bermimpi.
            “Umma, appa, Soumi takut. Soumi takut sekali”, ucapku lirih. Airmata tidak dapat kuhentikan dari mataku. Kupeluk erat gulingku. Mencoba melepas kesedihanku.
~~~
            Kulangkahkan kakiku pelan, keluar dari pelataran Universitas Kyunghee. Kulihat orang-orang bersama seseorang di sampingnya. Tidak seperti aku. Alone. Itulah aku. Kesendirian adalah sahabat akrabku. Tapi sepertinya kali ini tidak. Kulihat mobil sport berwarna putih berhenti tepat di depanku. Perlahan kaca mobil itu turun dan menampakkan wajah orang yang mulai mengisi hatiku. Dia adalah Kai.
            “Annyeong! Aku yakin kau sendirian”, sapa Kai.
            “Mau apa kau?”, tanyaku. Aku yakin dia kesini dengan sebuah tujuan dan tidak mungkin hanya ingin menemuiku.
            “Aku ingin menjemputmu, tidak boleh?”, dugaanku sepertinya sedikit meleset. Perlahan wajahku mulai memanas. Tunggu! Darimana dia tahu kalau aku kuliah disini?
            “Darimana kau tahu aku kulaih disini?”, dia tersenyum saat mendengar pertanyaanku.
            “Bosmu dengan sangat baik hati mengatakannya kepadaku”, jawabnya. Aissh, aku lupa kalau ada data yang kuberikan saat dulu aku melamar pekerjaan di bar. Aissh, pabo!
            “Kajja! Kuantar kau pulang”, aku hanya mengangguk pasrah. Selama perjalanan, Kai sama sekali tidak membuatku diam. Entah bagaimana, aku jadi menceritakan kisah-kisahku, hobiku, kesukaanku, dan juga impianku. Aku merasa bahagia saat bersamanya. Dia membuat lelucon-lelucon yang bisa membuatku tertawa. Apa aku sudah jatuh cinta dengan namja ini?
            “Ya! Jalan ke rumahku bukan disini”, aku kaget saat tau kalau Kai mengemudikan mobilnya ke arah yang berlawanan dari arah ke rumahku.
            “Aku hanya ingin mengajakmu bersenang-senang”, ucapnya sambil mengedipkan matanya. Wajahku terasa memanas. Jangan! Jangan lakukan itu! Jangan terlalu dekat denganku! Tapi kenapa aku tidak bisa menolaknya? Tuhan, ottokhae?
            Mobil Kai mulai masuk ke taman bermain. Aku menatapnya tidak mengerti.
            “Kajja. Aku akan membuatmu melepaskan kesedihanmu” ditariknya tanganku. Kami mulai memasuki taman bermain.
            Bahagia. Itu yang kurasakan sekarang. Kai mengajakku ke wahana-wahana yang bisa membuatku tertawa dan melupakan sejenak kesedihanku. Tuhan, tolong jangan hentikan rasa bahagia ini.
~~~
            Kai datang lagi. Mungkin bisa dibilang setiap hari Kai selalu datang ke bar untuk menemuiku. Bolehkah aku berharap hubungan ini lebih dari sekedar teman?
            “Annyeong Soumi-ah”, sapanya. Aku tersenyum melihatnya. Senyumku seketika memudar saat melihat seorang yeoja cantik yang ada di sampingnya.
            “Ada perlu apa kemari?”, tanyaku dengan nada datar. Sepertinya dia heran dengan perubahan ekspresiku. Hei! Apa perdulinya? Toh dia sudah punya yeojachingu kan?
            “Ah, aniya. Aku hanya ingin menemuimu. Kau kan tau aku kalau kemari pasti yang kutemui pertama adalah kamu”, deg! Rasanya jantungku berulah. Mana mungkin dia kemari menemuimu? Dia hanya ingin mengenalkan yeojachingu barunya kan?
            “Mian. Aku sibuk. Kau mau pesan apa? Biar segera kusiapkan”, ucapku datar. Cukup! Apa aku cemburu?
            “Baiklah. Berikan aku vodka saja”, jawabnya kecewa. Bagus! Lebih baik kau kecewa kepadaku. Toh kita hanya teman kan? Segera aku mengambilkan apa yang ia minta. Mata Kai terus menatapku.
            Saat aku pulang, kulihat Kai sudah tidak ada. Mungkin dia marah? Sebenarnya apa yang aku pikirkan? Aku benar-benar pabo! Seharusnya aku tahu kalau dia hanya ingin berteman denganku, tidak lebih. Kenapa aku mengharapkan lebih? Tuhan, ini sangat sakit. Kuremas dada kiriku. Terasa sangat sakit.
~~~
            “Soumi-ah. Ada apa denganmu sayang?”, tanya appa. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
            “Kau tidak boleh begitu sayang. Jangan hanya berharap. Berusahalah untuk mendapatkannya”, ucap umma. Mereka terlihat sangat sedih. Airmataku mengalir deras.
            “Umma, appa, aku takut. Aku takut kalau Tuhan akan mengambilnya. Lebih baik aku menjauhinya”, jawabku. Umma menggeleng lemah.
            “Itu salah sayang. Kalaupun dia mengecewakanmu, setidaknya dia masih ada di sisimu”, tangan umma perlahan mengelus pipiku lembut. Kucoba memegang tangannya. Gagal.
            “Selamat tinggal Soumi”, ucap appa. Digandengnya tangan umma dan mulai pergi menjauh.
            “Andwaeeee!!!”, teriakku. Aku terbangun dari mimpiku. Tuhan, tolong aku. Apa yang harus kulakukan?
Entah bagaimana. Seperti ada sesuatu yang mendorongku untuk mengambil ponselku. Kupencet nomor Kai.
            “Yeobseyo?”, suara Kai terdengar berat. Sepertinya aku mengganggu waktu istirahatnya. Apa yang harus kukatakan? Aku sama sekali tidak menginnginkan melakukan ini.
            “K-K-Kai”, akhirnya suaraku keluar. Lebih terdengar gemetar. Bahkan aku sama sekali tidak ingin berbicara. Bagaimana mungkin suaraku tiba-tiba keluar tanpa kehendakku?
            “Soumi?? Waegurae?”, tanya Kai bingung. “Tolong aku. A-a-aku takut”, airmata terus mengalir dari mataku.
            “Kau dimana?”, cukup! Dengan susah payah aku menggerakkan tangangku dan kututup ponselku. Sambungan terputus.
            “Tuhan, apa yang kau lakukan? Aku tidak mau kehilangan dia! Lebih baik dia bahagia dengan orang lain, daripada denganku. Kenapa kau melakukan ini Tuhan??”, teriakku histeris. Fikiranku benar-benar sangat kacau. Sebenarnya apa yang kuinginkan?
            “Tok! Tok! Tok!”, kudengar suara ketukan keras dari pintu apartemenku.
            “Soumi! Buka pintunya!”, teriak Kai. Aku menggeleng kuat-kuat dan memeluk lututku. Aku tidak mau dia kesini. Aku tidak mau dia pergi menyusul orang tuanya hanya karena kesalahanku.
            “Pergi! Aku tidak mau kau disini!”, teriakku. Brak!! Pintu apartemenku didobraknya hingga sukses terbuka. Kai segera menghampiriku.
            “Kau kenapa Soumi?”, tanya Kai. Dia terlihat sangat khawatir.
            “Pergi! Aku benci kamu! Pergi!”, teriakku histeris. “Ada apa Soumi-ah? Kenapa kau begini?”, tanyanya lagi. Aku menatap wajahnya.
            “Kenapa kau membuatku gila? Wae Kai?”, tanyaku. Dia memelukku erat.
            “Katakan padaku, apa yang membuatmu gila”, ucapya.
            “Akulah yang membuat kedua orang tuaku meninggal. Akulah yang membuat diriku sendiri menjadi sebatang kara hanya karena keegoisanku sendiri”, Kai memelukku semakin erat. Mencoba untuk sedikit menenangkanku.
            “Aku mencintaimu Kai. Tapi aku takut. Aku takut kau pergi dari sisiku karena kesalahanku. Karena itu aku bersikap dingin padamu. Tapi aku tidak bisa kalau kau tidak ada di sisiku. Aku terlalu mencintaimu. Aku tahu kau hanya menganggapku sebagai temanmu, tapi tolong jangan tinggalkan aku”, jelasku. Tubuhku terasa bergetar di dalam pelukannya.
            “Ssst. . . uljima. Kematian itu sudah kehendak Tuhan Soumi. Dulu saat orangtuaku meninggal, aku sempat merasa kalau mereka meninggal karena kesalahanku. Tapi, aku yakin, mereka akan sangat sedih kalau melihatku terus terpuruk”, tangisanku sedikit mereda saat mendengar kisahnya.
            “Aku menganggapmu teman, karena kamu bahkan tidak pernah membalas perasaanku. Kamu tahu Soumi, aku sangat berharap kau akan membalas perasaanku, dan hubungan ini akan menjadi lebih dari sekedar teman”, kuangkat wajahku untuk menatap wajahnya.
            “Lalu, karena aku tidak membalas perasaanmu, kau mencari yeojachingu lain begitu?”, tanyaku. Dia terlihat bingung dengan pertanyaanku.
            “Apa maksudmu?”, tanyanya bingung. “Yeoja yang tadi kau ajak ke bar. Bukankah dia yeojachingumu?”, tanyaku. Tanpa kuduga, dia tertawa.
            “Hahahaha. Jadi itu yang membuatmu bersikap dingin padaku dan menjauhiku tadi?”, tanyanya. Aku mengangguk pelan. Apa ada yang salah? Kenapa dia tertawa?
            “Yeoja tadi itu adalah dongsaengku. Sebenarnya aku ingin mengenalkanmu padanya. Dia sangat penasaran denganmu, yeoja yang membuatku jatuh cinta. Tapi kau malah bersikap dingin padaku”, aku melongo mendengar penjelasannya.
            “Dia d-d-dongsaengmu?”, tanyaku. Dia mengangguk.
            “Dasar bodoh!”, ejeknya. Dia kembali memelukku. “Tapi aku bersyukur ada kejadian hari ini. Kalau tidak, mungkin selamanya kau tidak akan membalas perasaanku”, ucapnya. Wajahku terasa memanas. Aku benar-benar malu. Aku sama sekali tidak mengira bahwa yeoja itu adalah dongsaengnya.
“Kai, apa kau akan selalu di sisiku?”, tanyaku lirih. “Tanpa kau tanya dank kau mintapun aku akan selalu ada di sisimu”, jawabnya. Perlahan dia mengangkat wajahku menatapnya.
“Soumi-ah. Jangan takut. Aku akan mengisi hari-harimu, memenuhi hatimu, dan membantumu meghapus masa lalumu. Aku akan selalu ada di sisimu Soumi. Melindungimu”, aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Tenggorokanku terasa kering. Perlahan bibirnya bertemu dengan bibirku. Melumat bibirku pelan. Lembut, tanpa ada nafsu.
“Kau tahu, saat aku pertama kali bertemu denganmu, aku seperti merasakan Tuhan telah mentakdirkan kamu untukku. Saranghae Lee Soumi”, ucapnya. Aku memeluknya erat, seolah tidak akan melepaskannya.
“Nado saranghae”, airmataku kembali mengalir. Kali ini bukan airmata kesedihan, melainkan airmata kebahagiaan.
.
.
.
.
.
Kini aku tidak sendiri kan?
Kau datang dari sana dan mendekatiku
Dimanapun di seluruh dunia,
aku hanya melihatmu
Aku hanya mencintaimu yang sangat berharga
Ketika kesedihan berlalu kau akan menjadi
‘the only one’ untukku
Ketika airmataku kering
Kaulah satu-satunya matahariku
Aku mencintaimu

_THE END_


Read More....

Copyright © 2012 My Blog | Another Theme | Designed by Johanes DJ